Suaraonline.com – Menjadi tempat curhat teman memang terlihat mulia, tapi ternyata ada bahaya sering menjadi tempat curhat yang sebaiknya kamu perhatikan.
Tidak semua orang sadar bahwa kebiasaan mendengarkan cerita orang lain terus-menerus bisa membuat mentalmu juga ikut terkuras perlahan. Kamu terlalu memenuhi kriteria menjadi orang yang sering dijadikan tempat curhat, bahkan tidak jarang kamu terlalu fokus membantu sampai lupa menjaga dirimu sendiri.
Bahaya Sering Menjadi Tempat Curhat
Pertama muncul ketika kamu tanpa sadar mulai menyerap emosi orang lain. Mendengarkan keluhan, kesedihan, atau konflik setiap hari membuat pikiran ikut penuh dan bahkan mempengaruhi emosimu.
Inilah salah satu bahaya sering menjadi tempat curhat yang bikin energi cepat habis, meski kamu tidak melakukan aktivitas fisik sama sekali. Empati itu baik, tapi jika kebablasan justru melelahkan.
Bahaya kedua, kamu bisa jadi sasaran “pelarian” yang tidak sehat. Karena terlalu mudah diakses, orang-orang menganggapmu selalu siap mendengarkan kapanpun mereka mau. Kamu jadi seperti tong sampah orang untuk membuat energi negatif. Batasanmu jadi terasa kabur, semua orang seolah menuntutmu untuk selalu ada.
Bahaya sering menjadi tempat curhat juga muncul ketika hidupmu dipenuhi masalah orang lain, bukan masalahmu sendiri.
Ketiga, kamu bisa kehilangan identitas dan kebutuhanmu. Terlalu sering fokus pada cerita orang lain membuatmu lupa bertanya: “Aku sendiri gimana?” Kamu jadi jarang memvalidasi perasaan sendiri karena terbiasa mendahulukan orang lain. Pelan-pelan, kamu menjadi tempat pembuangan emosi yang tidak pernah mendapat ruang untuk mengeluarkan isi hati sendiri.
Pada akhirnya, mendengarkan itu baik, tapi kamu bukan wadah tanpa batas. Menjaga diri bukan egois—itu sehat. Kamu boleh hadir untuk orang lain, tapi jangan sampai bahaya saat sering menjadi tempat curhat membuatmu kehilangan dirimu sendiri. Bantu seperlunya, dengarkan sewajarnya, dan izinkan dirimu untuk berkata “cukup.”
Baca Juga: 4 Manfaat Menjadi Orang Aneh, Ternyata Bisa Mengurangi Stres
Editor : Annisa Adelina Sumadillah




