Suara Online, Semarang – Acara Performance Manager 24–25 November menjadi momentum penting bagi Yayasan Alfatihah.
Dalam sesi pembukaan, Founder yayasan, Bowo, menyampaikan refleksi personal tentang perjalanan kepemimpinannya sebuah cerita yang jarang ia tampilkan di depan publik.
Bowo mengungkapkan bahwa dirinya adalah tipe Intuiting Introvert, berdasarkan hasil tes kepribadian STIFIn yang pernah ia jalani.
Ia menjelaskan, tipe itu membuatnya cenderung melihat gambaran besar, bekerja secara tenang, dan lebih fokus pada arah jangka panjang ketimbang sekadar pencapaian harian.
“Tim saya belum sampai mikir jauh kedepannya bagaimana? saya sudah mikir ‘ini kita mau jadi apa lima tahun lagi’?,” ungkapnya dengan nada santai.
Menurutnya, pemahaman itu memberi jawaban mengapa ia tidak cocok dengan gaya kepemimpinan yang penuh basa-basi.
Ia merasa lebih nyaman bekerja dalam sistem yang rapi, terstruktur, dan minim formalitas. Ia juga mengaku bukan tipe pemimpin yang banyak bicara, namun cepat dalam menyelesaikan masalah dan mengambil keputusan perubahan.
Dalam pidatonya, Bowo menekankan bahwa memahami karakter diri bukan hanya soal pribadi. Ini berkaitan erat dengan bagaimana ia membimbing 540 karyawan yang tersebar di berbagai divisi.
“Kalau saya tahu mesin kecerdasan saya sendiri, saya harus tahu juga mesin kecerdasan tim saya. Dari situ baru terlihat siapa yang punya potensi leadership,” jelasnya.
Bowo menuturkan bahwa budaya kerja di Yayasan Alfatihah terus dibangun untuk menyesuaikan perbedaan karakter setiap individu.
Dengan mengetahui kecenderungan berpikir seseorang, yayasan bisa menempatkan karyawan pada bidang yang lebih pas, meminimalkan konflik, dan memperkuat koordinasi antardivisi.
“Organisasi sebesar ini nggak bisa hanya mengandalkan target. Kita perlu memahami siapa yang menggerakkan target itu,” tambahnya.
Sambutan tersebut disambut antusias oleh peserta acara. Banyak yang menyebut, ini kali pertama founder bercerita sejujur itu tentang bagaimana ia memimpin, berpikir, dan menata masa depan yayasan.
Lebih dari sekadar sambutan, momen itu menjadi pengingat bahwa perjalanan besar organisasi berawal dari keberanian setiap orang untuk mengenali dirinya.




