Suaraonline.com – Fenomena ghosting kini tidak hanya terjadi dalam hubungan romantis, tetapi juga dalam pertemanan, pekerjaan, bahkan interaksi singkat di media sosial.
Kenapa Ghosting Mulai Terasa Normal?
Pertama, komunikasi yang terlalu cepat membuat hubungan terasa instan.
Di era pesan yang hanya membutuhkan satu detik untuk dikirim, orang merasa mudah muncul dan menghilang tanpa konsekuensi.
Kecepatan interaksi ini membuat kualitas komunikasi menurun, sehingga ghosting dianggap jalan pintas untuk mengakhiri percakapan tanpa perlu penjelasan.
Kedua, hubungan yang dibangun rapuh turut memperkuat fenomena ini. Banyak hubungan terbentuk dari interaksi singkat tanpa kedalaman emosional yang memadai.
Ketika tidak ada fondasi yang kuat, rasa tanggung jawab untuk memberi penutup juga ikut menipis. Akhirnya, menghilang terasa lebih sederhana dibandingkan menghadapi percakapan sulit.
Ketiga, hiburan yang semakin beragam membuat ekspektasi makin tinggi.
Orang dengan mudah membandingkan interaksi nyata dengan standar hubungan yang ditampilkan di film, media sosial, atau drama korea.
Ketika seseorang tidak memenuhi “standar ideal” itu, mereka dengan cepat merasa bosan dan memilih pergi tanpa penjelasan.
Akhirnya menjadi pola yang dianggap efisien, meski menyisakan luka bagi pihak lain.
Fenomena ini menunjukkan satu hal, normalisasi ghosting sebenarnya tanda bahwa empati sedang menipis.
Menghilang mungkin terasa nyaman bagi satu pihak, namun meninggalkan jejak emosional bagi pihak lain.
Jika ingin membangun hubungan yang sehat, keberanian untuk memberi penjelasan tetap jauh lebih bernilai daripada sekadar pergi begitu saja. Semoga bermanfaat.
Baca Juga: Cara Menghadapi Ghosting Tanpa Merusak Diri Sendiri
Editor: Annisa Adelina Sumadillah




