Suaraonline.com – Dalam proses menciptakan karakter fiksi, banyak penulis novel yang tanpa sadar menarik cerita dari pengalaman paling personal dalam hidupnya.
Luka, kehilangan, dan rasa sakit sering menjadi sumber emosi yang kuat untuk membangun tokoh yang terasa hidup. Namun, ketika tulisan terlalu dekat dengan luka pribadi, proses menulis bisa berubah menjadi pengalaman yang sangat intens.
Dampak Ketika Penulis Novel Membuat Tulisan yang Dekat dengan Luka Pribadi
Tulisan yang lahir dari luka pribadi biasanya memiliki rasa emosional yang sangat dalam. Emosi yang nyata membuat cerita terasa jujur dan cepat sampai ke pembaca, karena konflik dan perasaan yang disampaikan tidak terasa dibuat-buat.
Banyak penulis novel mampu menyentuh pembaca justru karena keberanian mereka membuka sisi paling rapuh dalam diri.
Selain itu, menulis luka bisa menjadi salah satu bentuk penyembuhan. Dengan menuangkan rasa sakit ke dalam cerita, penulis novel perlahan memindahkan beban emosi dari dalam diri ke dalam tulisan.
Proses ini sering membantu memahami apa yang sebenarnya dirasakan dan mengapa luka tersebut begitu membekas.
Ketika luka sudah dituangkan ke dalam bentuk tulisan, penulis novel juga lebih mudah melihatnya secara utuh. Jarak antara diri dan pengalaman mulai terbentuk, sehingga luka dapat dianalisis dengan kepala yang lebih jernih, bukan hanya dirasakan.
Menulis memang bisa menyembuhkan, tetapi hanya jika dilakukan dengan kesadaran dan kesiapan menghadapi emosi yang mungkin kembali muncul.
Namun, menulis luka tidak selalu aman bagi semua orang. Ada resiko terbukanya kembali luka lama yang belum benar-benar sembuh. Jika kondisi mental belum siap, proses menulis justru bisa memunculkan rasa sedih yang lebih dalam dan menyakitkan.
Karena itu, penting bagi penulis novel untuk memastikan kesiapan diri sebelum menulis cerita yang sangat dekat dengan luka pribadi.
Baca Juga: Kapan Kamu Dianggap Penulis Artikel Profesional?
Editor: Annisa Adelina Sumadillah




