Suaraonline.com – Konflik batin sering kali menjadi bagian tak terpisahkan dari proses kreatif yang dijalani penulis novel.
Banyak penulis novel tidak hanya berhadapan dengan alur cerita dan karakter, tetapi juga dengan pikiran serta perasaan sendiri. Keraguan, ketakutan dinilai buruk, hingga rasa tidak percaya diri kerap muncul di tengah proses menulis dan memengaruhi produktivitas.
Konflik Batin Penulis Novel dapat Menghambat Proses Menulis?
Konflik batin memang dapat berdampak buruk jika tidak diarahkan dengan baik. Alih-alih dimanfaatkan untuk memperkaya emosi cerita, pergulatan batin sering berubah menjadi alasan untuk berhenti menulis.
Penulis novel menjadi mudah insecure, terlalu sering meragukan kemampuan diri, dan perlahan kehilangan motivasi. Dalam fase ini, konflik batin bukan lagi bahan bakar kreativitas, melainkan beban mental yang menghambat proses menulis.
Namun, konflik batin juga bisa memberikan dampak positif jika disikapi dengan tepat. Ketika penulis mampu mengolah keresahan, ketakutan, atau luka emosional ke dalam tulisan, cerita menjadi lebih hidup dan autentik.
Emosi yang nyata membuat karakter terasa lebih manusiawi dan alur cerita memiliki kedalaman yang sulit ditiru.
Dalam banyak kasus, konflik batin justru membentuk ciri khas seorang penulis novel. Pergulatan internal yang jujur dapat melahirkan gaya penulisan yang kuat dan berbeda dari yang lain. Tulisan tidak hanya menjadi rangkaian kata, tetapi juga cerminan perjalanan batin penulisnya.
Jadi, konflik batin tidak selalu buruk. Yang menentukan adalah bagaimana penulis novel mengarahkannya. Jika konflik batin dijadikan alasan untuk berhenti, proses menulis akan terhambat.
Sebaliknya, jika diolah menjadi energi kreatif, konflik batin justru bisa menjadi kekuatan utama yang membuat tulisan lebih berkarakter dan bermakna.
Baca Juga: Pentingnya Membaca: Kenapa Penulis Artikel Harus Sering Membaca?
Editor: Annisa Adelina Sumadillah




