Suaraonline.com – Mencintai diri sendiri sering dipromosikan sebagai kunci kebahagiaan dan kesehatan mental. Namun, dalam praktiknya, konsep ini kerap disalahartikan. Alih-alih menjadi bentuk perawatan diri yang sehat, mencintai diri sendiri justru kadang dijadikan tameng untuk membenarkan perilaku yang merugikan orang lain.
Di sinilah pentingnya memahami batas. Mencintai diri seharusnya membuat seseorang lebih sadar, bukan lebih semaunya.
Batasan Mencintai Diri Sendiri Agar Tidak Menjadi Egois
Batas penting penting dalam mencintai diri sendiri adalah tidak menjadikannya alasan untuk membenarkan semua perilaku, terutama yang berdampak negatif bagi orang lain.
Misalnya, seseorang merasa ingin mengekspresikan diri dengan mendengarkan musik keras sebagai bentuk self-care, tetapi dilakukan tanpa mempertimbangkan kenyamanan sekitar. Dalam kondisi ini, tindakan tersebut bukan lagi tentang mencintai diri sendiri, melainkan mengabaikan hak orang lain untuk merasa nyaman.
Batas lainnya adalah tidak memaksa perilaku yang jelas bertentangan dengan norma, aturan sosial, atau nilai agama agar diterima semua orang dengan dalih mencintai diri sendiri.
Contohnya, kamu memaksa orang lain untuk setuju pada pandanganmu mengenai orientasi seksual yang menyimpang dari norma dan agama. Saat ada orang yang menasehati, kamu tidak peduli dan berdalih, “ini caramu mencintai diri sendiri”.
Ekspresi diri tetap perlu disertai kesadaran bahwa hidup berdampingan menuntut tanggung jawab sosial. Ketika seseorang menuntut penerimaan tanpa mempertimbangkan dampak terhadap lingkungan sekitar, sikap tersebut cenderung bersifat egois, bukan bentuk cinta diri yang sehat.
Jadi, cintai diri sendiri yang sehat selalu berjalan seiring dengan empati dan tanggung jawab. Mencintai diri bukan berarti bebas melakukan apa saja, melainkan mampu merawat diri tanpa melukai orang lain.
Dengan memahami batasan ini, konsep self love dapat tetap bermakna dan tidak berubah menjadi pembenaran atas sikap egois.
Baca Juga: Rahasia Penulis Novel yang Jarang Dibongkar : Menulis Saat Tidak Ingin Menulis
Editor: Annisa Adelina Sumadillah




