SUARAONLINE.COM – Belakangan ini Mixue kerap menjadi perbincangan hangat. Pasalnya dalam beberapa daerah, Mixue terpaksa menutup operasional gerainya sebab menurunnya daya jual dan daya tarik konsumen saat ini.
Brand ini mulai tergeserkan dengan munculnya brand lokal dengan gaya penjualan dan strategi pemasaran yang serupa. Inilah sejarah di balik berdirinya Mixue, pelopor brand es krim yang unik!
Singkat Sejarah Berdirinya Mixue
Mixue merupakan brand minuman dan es krim yang berasal dari China. Brand ini didirikan oleh Zhang Hongchao pada 1997. Sebagai mahasiswa, semula Hongchao membuat es krim serut dalam kios sederhana yang ditujukan untuk memenuhi kehidupan harian.
Dengan keterbatasan modal kala itu, Hongchao membuat gerainya sederhana. Hanya terdapat satu lemari es, bangku, dan meja lipat. Meski dengan peralatan yang sederhana, Mixue menawarkan menu yang unik.
Perlahan bisnis ini mulai berkembang, meski pada musim dingin Hongchao harus menutup gerainya selama satu tahun karena tidak laku. Tak berhenti sampai situ, ia kembali membangun gerai minuman dengan harga yang lebih murah dari para pesaingnya.
Pada 2010, Hongchao mulai bekerja sama untuk memperluas brandnya ke luar negeri. Pada 2020 Mixue sampai ke Indonesia, yang hingga kini mencapai 300 cabang yang tersebar di Indonesia.
Evaluasi Strategi Penjualan Mixue
Mixue hadir dengan strategi ekspansi agresif dan harga terjangkau, menjadikannya fenomena bisnis yang menarik. Dengan ratusan cabang yang tersebar di Indonesia, brand ini mendapat julukan “pencabut ruko kosong”.
Namun kini pertumbuhan Mixue mulai melambat. Disisi lain, banyak pesaing lokal yang memanfaatkan situasi ini dengan membuka konsep penjualan yang serupa dengan pelopor brand es krim dari China ini.
Strategi penjualan yang digunakan Mixue adalah sistem waralaba atau franchise. Meski perkembangan strategi bisnis ini identik lebih cepat, namun berpengaruh pada reputasi brand yang sebenarnya.
Sistem franchise tidak menjamin seluruh pemilik gerai brand tersebut mendapat keuntungan. Kondisi ini menggambarkan persaingan yang kompleks dan biaya operasional yang tinggi menjadi faktor penting dalam keberlangsungan suatu brand.
Lonjakan jumlah gerai yang dibangun berdekatan juga tidak selalu berbanding lurus dengan peningkatan profitabilitas. Ekspansi yang cepat tidak menjamin kesuksesan berkelanjutan, yang mana harus disertai dengan analisis lokasi dan permintaan pasar yang matang.
Mixue menggunakan branding yang mudah diingat. Mulai dari pemilihan nama yang unik dengan maskot yang khas, desain tempat minum yang berbeda dari brand lainnya membuat seseorang akan langsung tertuju pada brand tersebut.
Namun tren viral tak selamanya bertahan. Media sosial membuatnya hype dengan cepat, tetapi viralitas memiliki umur yang terbatas jika tidak diimbangi dengan inovasi baru.
Konsumen masa kini memiliki sifat mudah bosan. Sehingga brand harus selalu mengadakan inovasi secara rutin jika tidak mau kompetitor lain mengambil alih tren yang semula telah dibentuk.
Brand yang kuat bukan hanya soal viralitas, tetapi juga menciptakan loyalitas yang membangun emosional dengan konsumen. Mixue tidak memiliki daya tarik emosional yang mendalam terhadap pelanggan.
Meski telah dijual dengan harga yang murah, strategi ini tak cukup mampu diandalkan dalam jangka panjang. Konsumen akan mencari nilai loyalitas lebih, bukan sekadar harga murah sebagai patokan utama.
Mengatasi Branding yang Mulai Meredup
Mengatasi hal ini, suatu brand harus rajin melakukan rangkaian inovasi baru. Generasi masa kini identik mudah bosan dan beralih pada tren yang menyediakan inovasi baru.
Di samping itu, media sosial mampu menjadi jembatan dalam keberhasilan suatu produk. Selain mampu membuka lapak promosi dan meningkatkan daya tarik konsumen, media sosial juga mampu menjadi jalan dalam mengembangkan suatu brand.
Tak hanya fokus mengembangkan inovasi baru, suatu brand juga dituntut untuk aktif mengisi perayaan besar. Dengan mengadakan diskon pada perayaan besar mampu mempertahankan reputasi brand.
Mempertahankan branding juga perlu melakukan kolaborasi sosial dan kemitraan. Kolaborasi yang strategis mampu menciptakan kesan positif serta memperluas jangkauan brand.
Perusahaan yang berkomitmen untuk memahami, melindungi, dan memperkuat reputasi brand mereka cenderung lebih berhasil mendapatkan kepercayaan konsumen. Yang bahkan mampu memenangkan persaingan pasar.
Langkah ini yang sekiranya bisa dipertimbangkan oleh pemilik brand Mixue demi mempertahankan reputasi yang berhasil dibangun puluhan tahun. Sejauh ini Mixue menjadi pelopor yang unik dalam mengemas es krim kekinian.
Inilah sejarah berdirinya Mixue hingga reputasi brand yang kini hampir redup. Semoga menambah wawasan baru dan bermanfaat untukmu!