Suaraonline.com – Laki-laki selalu dianggap orang yang kuat, tidak boleh menangis, dan selalu dituntut untuk menutupi kesedihan agar tidak dianggap lemah. Padahal menangis merupakan salah satu bentuk meluapkan emosi yang sebaiknya tidak perlu untuk ditahan.
Istilah toxic masculinity, hadir sebagai sebuah bentuk istilah yang dikaitkan bahwa laki-laki selalu dituntut untuk menjadi manusia yang kuat dan tahan banting akan segala hal yang dihadapi. Laki-laki harus selalu tegar dan bisa menyelesaikan masalahnya sendiri.
Dampak Tuntutan Toxic Masculinity Bagi Laki-laki
Sejak kecil, laki-laki selalu diajarkan untuk bisa berdiri sendiri, selalu kuat, tidak boleh menangis. Nyatanya, tak jarang banyak laki-laki yang cuma pura-pura kuat padahal dalam hatinya juga menangis, pura-pura tersenyum namun banyak menahan luka yang mendalam.
Toxic masculinity menjadi sebuah permasalahan dan bahkan budaya patriaki yang sudah sangat berkembang di masyarakat. Itulah yang menjadi standar bahwa laki-laki harus terlihat kuat setiap saat. Berikut ini dampak tuntutan toxic masculinity bagi laki-laki:
1. Sulit Meluapkan Emosi Kesedihan
Laki-laki selalu dituntut untuk menyembunyikan perasaannya sendiri sangat sulit untuk meluapkan perasaan emosionalnya seperti rasa kesedihan bahkan sampai menangis. Padahal nyatanya, laki-laki juga bisa marah, bisa sedih, bisa overthinking.
Laki-laki juga bisa merasakan kecewa dan patah hati bukan hanya perempuan. Laki-laki menangis adalah hal yang wajar karena dia juga manusia yang butuh didengarkan bukan tanda orang yang lemah karena laki-laki juga mempunyai perasaan.
2. Sulit Berkata Membutuhkan Bantuan
Laki-laki yang cenderung terkena toxic masculinity biasanya sulit untuk berkata membutuhkan bantuan. Dia selalu dituntut untuk selalu bisa dan kuat dalam menyelesaikan semua permasalahannya sendiri.
Apabila dia kesulitan, dia cenderung untuk memendam semua itu karena dia tidak mau merepotkan siapapun dan juga merasa segan untuk meminta bantuan kepada orang lain. Padahal laki-laki juga manusia dan makhluk sosial yang membutuhkan orang lain.
3. Cenderung Menjadi Orang yang Tertutup
Karena tuntutan dari toxic masculinity, laki-laki biasanya cenderung memiliki sikap tertutup. Dia sangat takut untuk menceritakan masalahnya kepada orang lain karena dianggap tidak gentleman yang mampu menyelesaikan semua permasalahannya sendiri.
Padahal laki-laki juga bisa berantakan dan banyak memendam permasalahannya. Laki-laki cenderung dituntut untuk membahagiakan sehingga tidak cukup untuk memperoleh kebahagiaan dari orang lain bagi dirinya sendiri.
Cara Menghadapi Toxic Masculinity
Berikut ini cara menghadapi toxic masculinity yang bisa diikuti bagi laki-laki:
1. Cari Support System
Laki-laki yang cenderung dalam keadaan terpuruk biasanya membutuhkan support system. Support system tersebut bisa dari keluarga maupun sahabat terdekat atau juga pasangan halal.
Dengan mendapatkan dukungan dan tempat untuk cerita, maka laki-laki akan cenderung bisa bangkit dan percaya diri untuk lebih semangat menjalani hidup.
2. Belajar Hal Baru
Untuk melupakan permasalahan, maka laki-laki bisa mulai fokus mengembangkan diri dengan belajar hal baru dan mencoba menjalankan hobby di sela-sela waktu luang.
Laki-laki juga bisa terus berkembang dan berproses jauh lebih baik kedepannya daripada memikirkan hal-hal yang justu menjatuhkan mental.
3. Perdalam Ilmu Agama
Selain mengembangkan hobby dan belajar hal baru, sebagai laki-laki juga harus meningkatkan nilai spiritualitasnya dengan memperdalam ilmu agama dengan mendekatkan diri kepada Tuhan.
Dengan memperdalam ilmu agama, laki-laki perlahan juga bisa melupakan permasalahannya karena bisa langsung mencurahkan isi hati kepada pemilik alam semesta yang akan selalu setia mendengarkan keluh kesahnya.
Itulah tadi dampak tuntutan toxic masculinity bagi laki-laki dan juga cara menghadapi toxic masculinity. Budaya patriaki yang menganggap laki-laki tidak boleh menangis dan harus terlihat kuat ini haruslah dihilangkan.
Laki-laki juga memiliki hak untuk meluapkan emosinya dengan menangis dan mendapatkan dukungan. Pentingnya kesetaraan gender ini wajib dipahami oleh setiap kalangan supaya tidak terjadi pertentangan dan pengecualian sehingga menciptakan keadilan.