Suaraonline.com – Di era serba cepat ini, ghosting digital menjadi fenomena yang semakin sering terjadi. Seseorang bisa tiba-tiba menghilang dari chat, tidak membalas pesan, atau bahkan memutus koneksi di media sosial tanpa satu pun penjelasan.
Namun, di sisi lain, ghosting nyata masih tetap meninggalkan luka emosional yang mendalam. Lalu, sebenarnya mana yang lebih menyakitkan?
Mana Lebih Sakit Ghosting Digital atau Ghosting Nyata?
Ghosting digital seringkali lebih mengejutkan karena semuanya terjadi dalam hitungan detik.
Seseorang bisa saja sangat intens mengobrol, tetapi tiba-tiba hilang tanpa jejak seolah tidak pernah ada hubungan apapun sebelumnya.
Ketika jejak digital seperti chat, emoji, dan rekam percakapan ikut membeku begitu saja, banyak orang merasa ditinggalkan tanpa kesempatan untuk memahami apa yang salah.
Rasa penasaran bercampur kecewa membuat pengalaman ghosting digital terasa menggantung.
Sebaliknya, ghosting nyata memiliki bobot emosional yang berbeda. Hilangnya kehadiran fisik, perhatian, dan kebiasaan bertemu membuat seseorang merasakan kekosongan yang lebih konkret.
Ghosting jenis ini biasanya terjadi ketika hubungan sudah terbentuk cukup lama atau sudah ada kedekatan emosional. Karena interaksi fisik memiliki intensitas lebih kuat, penghilangannya pun memberi dampak lebih signifikan terhadap kesehatan mental seseorang.
Namun, keduanya sama-sama menyakitkan karena meninggalkan tanda tanya: “Kenapa?” Tidak ada penutup, tidak ada klarifikasi, dan tidak ada kesempatan untuk mengakhiri hubungan dengan cara yang sehat. Baik ghosting digital maupun ghosting nyata sama-sama menguji kepercayaan diri dan kestabilan emosi.
Kesimpulannya, rasa sakit bergantung pada seberapa dalam koneksi yang dibangun.
Ghosting yang dilakukan melalui layar mungkin terjadi lebih cepat, tetapi ghosting nyata meninggalkan bekas emosional yang lebih lama. Yang pasti, keduanya menunjukkan betapa pentingnya komunikasi yang jujur dalam menjaga kesehatan hubungan. Semoga bermanfaat.
Baca Juga: Kapolri Minta Jajarannya Jangan Ghosting Pelapor
Editor: Annisa Adelina Sumadillah




