Kalau kamu termasuk orang yang sering scroll timeline pendidikan di media sosial—dari WhatsApp grup wali murid sampai kolom komentar di artikel edukasi—pasti pernah dengar isu baru soal “kurikulum baru lagi.” Tahun ini, ramai banget pembicaraan soal “Kurikulum Nasional”, “Kurikulum Deep Learning”, atau bahkan ninja rumor lain kalau-kalau sistem sekolah bakal diganti total. Bagaimana sebenarnya kondisi sesungguhnya?
Sebelum kita lanjut, perlu diketahui: di mata Kemendikdasmen, tidak ada pergantian kurikulum nasional pada tahun ajaran 2025/2026. Semua yang ramai di jagat maya lebih tepat disebut rumor, atau istilah yang dipakai publik agar lebih gampang dibahas.
“Kurikulum Nasional”
Awalnya ramai karena kata “nasional” terkesan resmi dan baru. Banyak yang berpikir pemerintah bakal memperkenalkan sistem baru, format baru, bahkan buku dan struktur kelas baru. Tapi kalau kamu cek dokumen resminya—Permendikdasmen No. 13 Tahun 2025—ternyata tidak ada istilah Kurikulum Nasional sebagai sistem baru. Kurikulum yang berlaku tetap dua: Kurikulum 2013 (K13) dan Kurikulum Merdeka, tergantung kesiapan sekolah masing-masing (Sistem Informasi Kurikulum Nasional).
Seolah pemerintah mengatakan, “Hey, no drama, kita masih pakai sistem lama—kami hanya perbarui detailnya.” Tapi entah kenapa, warganet kadang lebih mudah kena clickbait: “Nasional” = “baru” = “ganti total”.
“Kurikulum Deep Learning”
Istilah ini sempat viral karena banyak konten edukasi, guru influencer, dan kanal YouTube mengatakan kalau kurikulum itu akan sangat mendalam, mengarah ke cara belajar mirip metode AI, deep learning. Sebenarnya, istilah “Deep Learning” di sini bukan soal neural networks atau deepfake. Melainkan pendekatan pembelajaran yang lebih mendalam, reflektif, dan kritis—tidak cukup hanya hafalan, tetapi pemahaman konsep.
Kepala BSKAP dan Mendikdasmen sendiri sudah menegaskan bahwa deep learning bukan nama kurikulum baru, tapi hanyalah pendekatan yang dikuatkan dalam Permendikdasmen No. 13 Tahun 2025 (Tempo.co, Lombok Post, Sistem Informasi Kurikulum Nasional). Jadi kalau kamu baca “Kurikulum Deep Learning bakal datang,” nggak perlu panik—itu hanya istilah untuk menggambarkan cara ajar, bukan sistem.
Jadi, Kurikulum Apa yang Berlaku Sebenarnya?
Kabar dari Kemendikdasmen tegas: tidak ada kurikulum baru, alias tidak ada ganti total sistem. Sekolah masih boleh memilih antara Kurikulum 2013 atau Kurikulum Merdeka. Pemerintah membolehkan pilihan itu agar sekolah dapat menyesuaikan implementasi berdasarkan kesiapan guru dan sarana. Di daerah 3T (tertinggal, terdepan, terluar), K13 bahkan bisa dipakai hingga tahun ajaran 2026/2027 (Lombok Post).
Apa Bedanya Kurikulum 2025/2026 dengan Sebelumnya?
Kalau struktur kurikulum tetap sama, kenapa ramai banget? Karena Permendikdasmen No. 13 Tahun 2025 memang membawa perubahan cukup signifikan… hanya saja subtansi, bukan struktur utamanya. Berikut sorotan perubahan berdasarkan dokumen dan media edukasi:
1. Pendekatan Pembelajaran Mendalam (Deep Learning)
Kini guru didorong untuk mendesain pembelajaran yang bukan hanya hafalan, tapi siswa mampu memahami konsep dengan refleksi dan kritik. Dalam dialog bersama BSKAP dan Mendikdasmen, disampaikan bahwa deep learning dapat diterapkan baik di K13 maupun Merdeka (Lombok Post). Kini, satu tema bisa melibatkan lebih banyak mata pelajaran dan pengelolaan berpikir tingkat tinggi.
2. Penambahan Mata Pelajaran Pilihan: Koding & AI
Bagi banyak orangtua, ini adalah berita paling mencolok. Koding dan Kecerdasan Artifisial akan mulai dilaksanakan pada tahun ajaran 2025/2026 sebagai mata pelajaran pilihan:
- SD kelas V–VI
- SMP kelas VII–IX
- SMA/SMK kelas X (lanjut ke XI–XII) (ANTARA News)
Tujuannya jelas: mempersiapkan siswa dengan literasi digital, pemecahan masalah, dan kesadaran etis digital.
3. Simplifikasi dan Integrasi Kegiatan Kokurikuler
Kegiatan kokurikuler seperti ekstrakurikuler akan disederhanakan—jam belajar dikurangi atau digeser agar lebih efisien, dan beberapa kegiatan kokurikuler diintegrasikan ke dalam tema proyek atau pembelajaran tematik (ANTARA News, Sistem Informasi Kurikulum Nasional).
4. Ekstrakurikuler Wajib: Kepanduan (Pramuka)
Tak seperti sebelumnya, setiap sekolah wajib menyediakan kegiatan berbasis kepanduan, semisal Pramuka atau kegiatan serupa, guna menguatkan karakter, kemandirian, dan kepemimpinan siswa (Sistem Informasi Kurikulum Nasional).
5. Penggantian “Profil Pelajar Pancasila” → “Profil Lulusan”
Sesuai update Standar Kompetensi Lulusan (SKL), istilah ini disesuaikan agar lebih sesuai dengan kondisi akhir jenjang pendidikan (medcom.id).
Cerita Di Balik Drama “Ganti-Ganti Kurikulum”
Kalau kamu pernah mengalami tahun-tahun perubahan kurikulum sebelumnya, pasti tahu betapa bingungnya guru, orang tua, bahkan kepala sekolah. Setiap kali wacana “kurikulum baru” bergelora, stok buku terasa mau ditukar keseluruhan, dan pelatihan guru pun harus digencarkan lagi.
Pada 2025/2026 ini, pemerintah cerdas mengambil sikap yang lebih manusiawi: mereka tidak mengganti nama kurikulum, tapi memperbarui cara belajar. Tujuannya agar tidak membebani semua pihak. Hasilnya: Sekolah bisa lanjut pakai K13 atau Merdeka, tapi kalau mau pakai pendekatan deep learning, dan punya infrastruktur, boleh tambahkan mapel Koding & AI.
Langkah ini mensosialisasikan perubahan secara bertahap, bukan dengan revolusi sistem yang bikin geger.
Apa Dampaknya untuk Guru, Siswa, dan Orang Tua?
Untuk Guru:
Mereka kini dituntut untuk lebih kreatif merancang kelas. Misalnya, bukan hanya mengajar materi IPA, tapi mengajak siswa melakukan investigasi mini tentang dampak penggunaan plastik, mengaitkannya ke Matematika (data), Bahasa (menulis laporan), dan Seni (presentasi visual).
Tapi tantangannya nyata: banyak guru belum dipersiapkan matang, baik dari sisi pelatihan, alat, dan mindset.
Kemendikdasmen sendiri berharap pelatihan intensif bisa mendorong guru siap mengajar Koding & AI.
Untuk Siswa:
Anak-anak siap diminta berpikir kritis, berani tampil, dan mampu memecahkan masalah. Mapel baru seperti Koding membuka peluang untuk mengenal logika pemrograman sejak dini, dan kegiatan pramuka membangun karakter yang tangguh. Namun, perubahan ini bisa bikin panik kalau sekolah belum punya fasilitas TIK memadai.
Untuk Orang Tua:
Sudah tidak cukup sisihkan waktu untuk mengawasi PR anak. Orang tua kini perlu ikut mengawal, misalnya, ketika anak belajar koding atau mengerjakan proyek kolaboratif. Mereka juga harus paham bahwa nilai rapor bukan satu-satunya tolak ukur—ada portofolio, refleksi, dan presentasi tugas.
Lalu, “Ganti Kurikulum” atau “Upgrade Strategi”?
Buat yang terbiasa berpikir “kalau kurikulum baru pasti ganti buku dan format”, berita 2025/2026 ini memang bikin lengah. Karena ini bukan ganti sistem—ini upgrade strategi. Pemerintah menyebutnya penyesuaian “administratif dan penguatan kebijakan” (radarjombang.jawapos.com, Sistem Informasi Kurikulum Nasional).
Analoginya begini: Kalau sebelumnya sekolah menjalankan aplikasi dasar di laptop jadul, sekarang mereka diperkenalkan aplikasi lebih canggih, tapi tetap bisa jalan di perangkat lama. Asal update software pendukungnya (guru, mindset, pelatihan).
Nasib Pendidikan Indonesia dengan Kurikulum Ini
Kalau kamu ingin tahu apa dampak jangka panjang dari semua ini, simak narasi berikut:
- Peluang Luhur
Kalau semua terlaksana sesuai rencana—guru terlatih, fasilitas merata, orang tua ikut mendukung—anak-anak kita bisa jadi generasi yang bukan hanya pintar, tapi cerdas, kritis, dan adaptif. Mereka bisa dipandang dunia sebagai calon tenaga kerja masa depan, siap dengan kemampuan digital dan karakter. - Tantangan Realistis
Realitas di lapangan nggak seenak di atas kertas. Banyak sekolah di daerah belum punya komputer, internetnya terbatas, atau guru belum siap mengajar coding. Jika ini dibiarkan, dikhawatirkan kurikulum tetap berjalan dengan pola lama—projek hanya formalitas, pendekatan deep learning jadi hafalan ulang. - Sosialisasi & Konsistensi
Banyak orangtua bingung kalau tidak dijelaskan. Mereka butuh tahu nilainya tidak melulu angka. Harus ada sosialisasi massif supaya rumah dan sekolah berjalan seiring.
Bukan Soal Ganti Kurikulum, Tapi Ganti Mentalitas
Kalau kamu merasa “kok ganti-ganti mulu?”, santai dulu. Sejujurnya, apa yang terjadi sekarang bukan ganti kurikulum, tapi pengayaan cara belajar.
Sekolah tetap bisa pilih kurikulum lama, tetapi jika ingin anak didik punya pemahaman mendalam, literasi digital, dan karakter yang kuat, pendekatan yang sekarang terbuka lebar.
Metaforanya begini:
Kurikulum 2025/2026 bukan bus baru yang harus dinaiki semua, tapi upgrade engine agar bus tetap jalan walau jalannya naik-turun. Mau pakai K13 atau Merdeka, yang penting semua mau belajar cara memakai engine baru.
Bagaimana menurutmu? Apakah kamu optimistis atau masih ragu? Tulis komentarmu, biar diskusi ini makin seru dan bermanfaat.
yuk belajar investasi dengan baca artikel ini, Emas vs Bitcoin: Masih Layakkah Emas Jadi Pilihan di Era Digital?