Suaraonline.com – Di tengah pesatnya perkembangan dunia digital, profesi penulis artikel masih sering dianggap sebelah mata oleh banyak orang yang tidak memahami proses kerja di baliknya.
“Alah, cuma nulis doang apa susahnya?” mirisnya banyak orang mengira penulis artikel hanyalah seseorang yang duduk dan mengetik tanpa kesulitan berarti.
Penyebab Penulis Artikel Diremehkan
Anggapan remeh itu muncul karena sebagian besar orang merasa bahwa menulis adalah kemampuan dasar yang dipelajari sejak sekolah.
Mereka lupa bahwa kualitas tulisan yang informatif, rapi, dan enak dibaca membutuhkan pemikiran kritis, kreativitas, serta riset yang memadai.
Tidak semua orang mampu menyusun informasi menjadi paragraf yang runtut seperti yang dilakukan penulis artikel setiap hari.
Pekerjaan ini juga terlihat santai karena hanya dilakukan sambil duduk, baik di rumah maupun di kantor.
Padahal tekanan yang dihadapi cukup besar, mulai dari tuntutan riset cepat hingga deadline yang datang bertubi-tubi.
Beban mental ini sering kali tidak terlihat oleh orang luar, sehingga profesi penulis artikel dianggap ringan.
Selain itu, profesi ini terbuka bagi orang dari berbagai jurusan, sehingga muncul persepsi bahwa pekerjaan ini tidak membutuhkan skill khusus.
Padahal kemampuan memahami topik, mengatur ritme tulisan, dan menyesuaikan gaya bahasa dengan kebutuhan pembaca adalah keterampilan yang terus diasah.
Tidak semua orang bisa menghasilkan tulisan yang konsisten berkualitas.
Belum lagi keberadaan teknologi seperri ChatGPT dan lainnya yang bisa menghasilkan tulisan cepat, membuat profesi ini semakin dipandang sebelah mata.
Pandangan remeh terhadap penulis muncul karena orang hanya melihat hasil akhir tanpa memahami proses di balik layar.
Jadi, itulah alasan mengapa penulis artikel seringkali mengalami diskriminasi pada profesinya.
Editor: Annisa Adelina Sumadillah




