Suaraonline.com – Di dunia kepenulisan digital, banyak yang bilang penulis harus banyak membaca agar tulisannya kaya referensi. Namun pada kenyataannya, tidak sedikit penulis artikel yang justru menghabiskan lebih banyak waktu untuk menulis daripada membaca.
Fenomena ini sering terjadi karena tuntutan produksi konten yang cepat, kebutuhan editorial, hingga kebiasaan kerja yang sudah terbentuk. Lalu, apakah kondisi ini tetap membawa dampak positif bagi penulis artikel?
Dampak Positif Penulis Artikel Banyak Menulis Daripada Membaca
Ketika penulis artikel lebih sering menulis, kemampuan menghasilkan tulisan yang efektif dan padat akan terasah dengan sendirinya.
Kebiasaan menulis membuat otak terbiasa memilih kata yang tepat, merapikan struktur kalimat, dan menyampaikan gagasan secara jelas tanpa bertele-tele. Ini adalah keterampilan yang sulit didapat tanpa praktik intens.
Selain itu, semakin sering menulis, semakin cepat pula muncul rasa haus untuk membaca. Penulis artikel akan menyadari bahwa ia membutuhkan sudut pandang baru, diksi segar, dan wawasan tambahan untuk meningkatkan kualitas tulisannya.
Rasa haus ini mendorong penulis untuk membaca secara lebih selektif dan lebih terarah daripada membaca secara acak.
Dampak positif lainnya adalah meningkatnya kepekaan terhadap ritme tulisan.
Dengan terus menulis, penulis artikel akan mengetahui kapan sebuah paragraf terasa datar, kapan alurnya terlalu cepat, atau kapan argumennya kurang kuat. Kepekaan seperti ini hanya bisa tumbuh dari jam terbang, bukan sekadar teori.
Selain itu, banyak menulis melatih kedisiplinan dan konsistensi, dua hal yang menjadi fondasi penting bagi penulis di era media online.
Semakin tinggi intensitas menulis, semakin terbangun mental “selesai dulu, sempurna belakangan”, yang sangat dibutuhkan agar penulis artikel tetap produktif meski berada dalam tekanan deadline.
Pada akhirnya, meski membaca tetap penting, menulis lebih banyak bukanlah hal yang buruk. Justru dari kebiasaan itu, penulis mampu berkembang secara alami melalui pengalaman, ritme, dan konsistensi yang terus terjaga.
Baca Juga: Ketika Kita Sering Mengorbankan Diri Demi Orang Lain dan Dampaknya pada Kesehatan Mental
Editor: Annisa Adelina Sumadillah




