Suaraonline.com – Menjadi penulis novel sering kali identik dengan keinginan menghasilkan karya yang berkesan dan bermakna. Banyak penulis ingin menghasilkan tulisan yang “sempurna”.
Namun di balik ambisi tersebut, ada satu jebakan yang kerap tidak disadari, yaitu sifat perfeksionis yang justru menghambat proses menulis itu sendiri.
Penyebab Penulis Novel Terjebak Perfeksionis
Banyak penulis novel merasa tulisan yang dibuat harus langsung bagus sejak paragraf pertama. Standar tinggi ini sering kali membuat proses menulis terasa berat, penuh tekanan, dan akhirnya sulit berkembang.
Keinginan kuat untuk menghasilkan tulisan yang dianggap “sempurna”. Dalam benak penulis, setiap kalimat harus terdengar indah, setiap diksi harus terasa sastra, dan setiap paragraf harus memiliki makna mendalam.
Keinginan tersebut membuat penulis novel terlalu fokus pada pemilihan kata dan keindahan bahasa sejak tahap awal menulis. Akibatnya, proses menulis menjadi tersendat karena energi habis untuk memoles kalimat, bukan mengalirkan cerita. Alih-alih menyelesaikan draf, penulis justru terjebak berputar di halaman yang sama.
Perfeksionisme ini juga sering muncul dari ketakutan akan penilaian pembaca. Penulis novel khawatir tulisannya dianggap biasa saja, sehingga berusaha keras menaikkan standar bahasa, padahal hal tersebut justru menghambat produktivitas.
Padahal, dalam proses kreatif, draf awal tidak harus sempurna. Justru dengan menulis terlebih dahulu tanpa beban, penulis novel memberi ruang bagi cerita untuk tumbuh dan disempurnakan di tahap revisi.
Pada kenyataannya sifat ini jika digunakan dengan baik dapat menjadi daya tarik tersendiri karyanya. Namun, jika terlalu berlebihan dapat berakibat terhambatnya proses kreatif.
Jadi itulah beberapa penyebab banyak penulis yang terjebak sifat perfeksionis dalam menulis.
Baca Juga: Benarkan Penulis Artikel Kebanyakan Berkepribadian Introvert?
Editor: Annisa Adelina Sumadillah




