Suaraonline.com – Bagi penulis novel, membaca karya kompetitor sebenarnya ibarat pisau bermata dua. Membaca sendiri memang aktivitas penting bagi penulis novel, terutama untuk memperkaya wawasan dan mempertajam kepekaan cerita.
Namun, di tengah maraknya karya dengan tema serupa dan mudahnya akses ke novel populer, tidak sedikit penulis yang justru tenggelam dalam bacaan kompetitor hingga lupa pada suara kreatifnya sendiri. Kondisi semacam ini apakah aman atau tidak?
Dampak Penulis Novel Terlalu Banyak Membaca Karya Kompetitor
Dari sisi positif, membaca novel dengan tema yang sama dapat membantu penulis novel melihat celah dan kekurangan dari karya yang sudah ada.
Hal ini membuat penulis lebih waspada agar kesalahan serupa tidak terulang dalam novel yang sedang ia kerjakan. Selain itu, sudut pandang penulis juga menjadi lebih kaya karena memahami bagaimana konflik, karakter, dan alur bisa dieksekusi dengan cara berbeda.
Namun, dampak negatif sering kali lebih terasa ketika intensitas membaca kompetitor tidak diimbangi dengan kepercayaan diri yang kuat.
Rasa insecure mudah muncul saat penulis mulai membandingkan karyanya dengan karya orang lain yang sudah terbit dan mendapat apresiasi luas. Perbandingan ini kerap berujung pada perasaan bahwa tulisannya tidak cukup bagus, padahal setiap karya memiliki proses dan konteks yang berbeda.
Masalah lain yang tak kalah serius adalah kecenderungan meniru gaya penulisan. Tanpa disadari, penulis novel bisa kehilangan ciri khas karena terlalu terpengaruh oleh gaya, diksi, atau struktur cerita penulis lain. Jika hal ini terus terjadi, identitas kepenulisan menjadi kabur dan karya terasa tidak autentik.
Pada akhirnya, membaca karya kompetitor tetap penting, tetapi perlu batasan yang sehat. Penulis novel sebaiknya menjadikan bacaan sebagai referensi, bukan tolok ukur mutlak, agar kreativitas tetap tumbuh tanpa terjebak dalam bayang-bayang karya orang lain.
Baca Juga: Pentingnya Membaca: Kenapa Penulis Artikel Harus Sering Membaca?
Editor: Annisa Adelina Sumadillah




