Tingginya harga tanah dan rumah membuat generasi Z atau biasa disingkat Gen Z tidak ingin punya rumah. Berbagai berita atau artikel berulang kali menuliskan bahwa rumah tetap tak begitu dilirik oleh Gen Z karena tingginya harga dan menurunnya relevansi dengan gaya hidup mereka. Lalu, apa benar Gen Z tidak ingin punya rumah?
Gen Z Tidak Ingin Punya Rumah yang Penting Ada Hunian
Mobilitas Gen Z dan ketergantungannya pada teknologi membuat pilihan-pilihan generasi ini sedikit banyak mengagetkan generasi-generasi sebelumnya. Termasuk soal pilihan tempat tinggal tetap atau berpindah, bahkan keputusan Gen Z untuk tidak ingin punya rumah. Gen Z ternyata memilih hidup berpindah dengan tinggal di tempat yang menawarkan model sewa atau kontrak. Selain karena dihadapkan pada fakta harga tanah dan rumah yang tinggi, serta berbagai literasi atau referensi Gen Z tentang pengelolaan uang agar berkembang dengan model investasi. Memilih hidup di kontrakan, apartement, hingga kosan pun cukup bagi mereka.
Sebagian dari mereka beranggapan bahwa memiliki rumah tetap adalah penyakit kultural atau sesuatu yang bersifat turun temurun dan sebagai generasi muda kita bisa memilih untuk tetap menjalankannya atau memilih tidak. Bagi sebagian Gen Z, terutama yang tinggal dan beraktivitas di perkotaan mereka memiliki pandangan bahwa rumah bukanlah sesuatu yang wajib dimiliki ketika dewasa. Rumah bukanlah liabilitas (kewajiban), karena mereka menilai banyak alternatif tempat tinnggal dan cara hidup yang bisa dipilih saat ini.
Gen Z pilih sewa dan investasi daripada punya rumah
Konsep uang bekerja untuk pemiliknya adalah hal yang sering didengar oleh Gen Z di berbagai video atau informasi yang mereka peroleh seputar literasi keuangan. Investasi kemudian dipilih, dipelajari, dan dipraktikkan oleh Gen Z sebagai cara lain mereka menghasilkan uang dalam jangka waktu yang panjang. Nah, investasi inilah yang kemudian dipilih Gen Z untuk mengalokasikan uangnya, daripada harus terburu-buru atau mengikuti jejak orang tua (pengalaman historis) untuk membeli rumah yang nilainya selalu menurun tiap tahun.
Tingginya harga tanah, rumah, bahkan cicilan rumah pun menjadi pertimbangan sebagian besar Gen Z untuk hidup santai di hunian sewa atau berpindah dari satu tempat ke tempat lain sampai pandangan tentang konsep rumah tetap/bertumbuh berubah. Kemudahan akses ke pusat kota dan fasilitas umum juga menjadi pertimbangan atau alasan mengapa menunda memiliki rumah tidak sekuat generasi sebelum Gen Z sebab kedua faktor sebelumnya adalah sumber jawaban mengapa harga rumah begitu tinggi dan Gen Z tidak ingin punya rumah.
Punya rumah butuh biaya perawatan besar
Selain biaya beli, perawatan rumah yang membutuhkan biaya besar juga menjadi kekhawatiran sendiri bagi Gen Z untuk membeli rumah tetap. Menurut laman rumah123.com biaya perawatan rumah adalah 10% dari harga rumah dan jumlah ini cukup membuat khawatir sebagian Gen Z yang kemudian memutuskan untuk tidak tinggal atau membeli rumah tetap.
Beragam pilihan dan alternatif hidup yang sesuai dnegan kebutuhan harian Gen Z yang dekat dengan teknologi serta hidup di kota-kota besar menjadi faktor pendukung mengapa hidup di rumah tetap kurang relevan dengan pilihan dan gaya hidup mereka saat ini. Hunian sewa akhirnya menjadi andalan bagi kaum mendang-mending yang sebanarnya masih bingung juga mau hidup di rumah tetap atau nanti dulu karena masih bisa sewa hunian.
Itu dia ulasan mengapa Gen Z tidak ingin punya rumah. Kalau menurut Gen Z yang tinggal di perkotaan dengan mobilitas tinggi ditambah fakta yang mereka temui adalah harga properti yang menjulang ke langit. Nah, kalau kamu masih ingin tinggal di rumah tetap atau mau hidup nomaden di rumah sewa, kos, atau kontrakan nih?